Tanggapan menurut masing anggota kelompok

a. Neng Lisnawati
Banyaknya kasus carding yang terjadi dan sangat merugikan banyak orang dan juga Negara termasuk Indonesia dimana  Indonesia di cap sebagai Negara dengan carder terbanyak, harus ada undang-undang yang tegas mengatur. Harus di sosialisasikan lagi oleh instansi terkait(Bank) kepada nasabah atau pengguna kartu kedit agar lebih berhati-hti dalam pembuatan maupun penggunaan kartu kredit.
B. Afrizal
Berdasarkan kasus yang terjadi (carding) itu sangat merugikan siapa saja untuk itu harus ada  undang-undang yang mengatur  masalah tersebut.
C. Ari Ristya
Hati-hati dalam penggunaan kartu kredit melalui Internet atau media Online karena banyaknya terjadi pembobolan melalui jaringan tersebut disebutkan lemahnya hukum di Indonesia tentang hal tersebut maka nasabah kartu kredit tersebut lebih waspada,aktif,dan berhati-hati.
D. M.Said.K
Jelas kasus carding ini sangat merugikan oleh sebab itu kita pengguna kartu kredit harus berhati-hati dalam penggunaan kartu kredit dan sebaiknya pengguna kartu kredit digunakan pada saat keadaan darurat.


E. Jihan Vidi
Di era modern ini pengguna kartu kredit sangatlah penting bagi kalangan menengah ke atas namu apabila kita pikirkan lagi bila kartu kredit dirasa tidak begitu penting alangkah baiknya kita tidak menggunakan kartu kredit namun saat kita merasa kartu kredit sangatlah penting supaya lebih berhati-hati dengan banyaknya kejahatan kartu kredit yang ada disekitar kita tanpa sepengetahuan kita supaya lebih menambah wawasan tentang kejahatan-kejahatan kartu kredit.
F. Richi Subyantoro
Undang-undang ITE yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia tidaklah cukup untuk menanggulangi cyber crime terutama pelaku carding, UUD ITE tersbut harus diimbangi dengan kemampuan penyidik kepolisian untuk mengungkap kasus-kasus cyber crime terutama carding yang makin merajalela di negri ini. Dari contoh kasus carding Brigjen Pol Gorries mere yang pelakunya baru tertangkap 3 tahun setelah kejadian,terlihat jelas bagaimana kurang kemampuannya penyidik dalam mengungkap kejahatan di dunia maya.
G.  Yosiana Widya Ariani
Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi khusus, sebaiknya juga didukukng dengan pengamanan system baik software maupun hardware, guidelines untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Computer related crime dan dukungan dari lembaga khusus.

H.  Ihksan Fauji
Kasus – kasus  seperti inilah yang  membuat bangsa ini semakin terpuruk tidak hanya di dunia nyata tetapi juga di dunia maya. Dengan maraknya kasus penipuan sperti carding dan sejenisnya inilah yang menjadi salah satu factor yang menghambat pertumbuhan dunia bisnis online di Indonesia. Bagi mereka yang terbiasa melakukan bisnis online terutama yang terhubung dengan luar negeri tentunya sangat merasakan dampaknya karena Indonesia telah di cap jelek oleh bangsa lain karena kasus-kasus seperti ini.  Bukan hanya tugas aparat penegak hukum untuk memberantas kasus ini, tetapi peran kita bersama juga dibutuhkan. Manfaatkan ilmu dengan hal-hal yang positif.

I. Muhammad Luthfi
Kasus carding hanya salah satu contoh bagaimana sebenarnya orang Indonesia ini sangat cerdas, namun pada implementasinya saja yang salah. Bagi pengguna card baik debet atau kredit seharusnya lebih hati-hati dalam bertransaksi.

J. Widya Yuliana Prili
Bukan hanya undang-undang yang diperlukan tetapi pendidikan moral dan etika seharusnya juga di terapkan. Seringkali kasus seperti ini terjadi karena moral dan etika yang jelek.

Undang-undang ITE Tentang Carding

Di Indonesia, carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian.Dimana pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KUHP yaitu: “Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara  paling  lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 900.000.000”. Pasal 362 KUHP dikenakan atas kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit mili orang lain meskipun tidak secara fisik yang diambil dengan menggunakan software card generator diinternet untuk melakukan transaksi di e-commerce.
          Kemudian setelah lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder melakukan hacking kesitus-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem keamanannya dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.
          Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut Undang-undang ITE  tahun 2008  berupa illegal access:
          Pasal 31 ayat 1: “Setiap            orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu computer dan atau sistem elektronik secara tertentu milik orang lain”.
          Pasal 31 ayat 2 : “Setiap orang dengan sengaja  atau tanpa hak atau melawan hokum melakukan intersepsi atau transmisi elektronik  yang  tidak bersifat public dari, ke dan di dalam suatu computer dan atau system elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dana atau dokum enelektronik yang ditransmisikan”.
          Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru dapat diatasi dengan regulasi hukum pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU  ITE  2008.

Pihak-pihak Yang Terkait Dalam Carding

a. Carder  adalah  pelaku dari carding. Carder  menggunakan  e-mail,banner atau  pop-up  window  untuk  menipu netter  ke  suatu situs web palsu, dimana netter kemudian diminta untuk memberikan informasi pribadinya. Teknik umum yang sering digunakan oleh para carder dalam aksi pencurian adalah  membuat situs atau e-mail  palsu  atau  disebut  juga  phising  dengan tujuan memperoleh informasi  nasabah seperti nomor rekening, PIN (Personal Identification Number), atau password. Pelaku kemudian melakukan konfigurasi PIN atau password setelah memperoleh informasi dari nasabah, sehingga dapat mengambil dana dari nasabah tersebut.Target carder yaitu pengguna layanan internet banking atau situs-situs iklan, jejaring sosial, online shopping dan sejenisnya yang ceroboh dan tidak teliti dalam melakukan transaksi secara online melalui situs internet. Carder mengirimkan sejumlah email ke target sasaran dengan tujuan untuk mengupdate atau mengubah user ID dan PIN nasabah melalui internet. E-mail tersebut terlihat seperti dikirim dari pihak resmi  sehingga nasabah sering kali tidak menyadari jika sebenarnya dirinya sedang ditipu. Pelaku carding mempergunakan fasilitas internet dalam mengembangkan teknologi informasi tersebut dengan tujuan yaitu menimbulkan rusaknya lalu lintas mayantara (cyberspace) demi terwujudnya tujuan tertentu antara lain keuntungan pelaku dengan merugikan orang lain disamping yang membuat, atau pun menerima informasi tersebut. 
b.         Netter adalah pengguna internet, dalam hal ini adalah penerima e-mail (nasabah sebuah bank) yang dikirimkan oleh para carder.
c.         Cracker adalah sebutan untuk orang yang mencari kelemahan sistem dan memasukinya untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari sistem seperti pencurian data, penghapusan,penipuan,dan banyak hal lainnya.
d.         Bank adalah badan hukum yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank juga merupakan pihak yang menerbitkan kartu kredit/debit, dan sebagai pihak penyelenggara mengenai transaksi online, ecommerce,internet banking, dan lain-lain.
          Ada beberapa tahapan yang umumnya dilakukan para carder dalam melakukan aksi kejahatannya:
a.              Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain phising (membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca), hacking, sniffing, keylogging, worm,berbagi informasi antara carder, mengunjungi situs yang menyediakan nomor-nomor kartu kredit untuk carding dan lain-lain.
b.             Mengunjungi situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti  Ebay dan Amazon untuk kemudian carder mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi.
c.              Melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah-olah carder adalah pemilik asli dari kartu tersebut.
d.             Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet di bawah 10 persen, namun menurut survei AC Nielsen tahun 2001 Indonesia menduduki peringkat keenam dunia dan keempat  di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan  carding. Hingga akhirnya Indonesia kemudian diblacklist oleh banyak situs-situs online sebagai Negara tujuan pengiriman. Oleh karena itu, para carder asal Indonesia  yang  banyak tersebar  di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di Negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan.

. Analisa Kasus Yang Tejadi

Data Mabes Polri, dari sekitar 200 kasus cybercrime yang ditangani hampir 90 persen didominasi carding dengan sasaran luar negeri. Aktivitas internet memang lintas negara, dan yang paling sering menjadi sasaran carding adalah Amerika Serikat, Australia, Kanada dan negara-negara maju lainnya. Pelakunya berasal dari kota-kota besar seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Semarang, Medan serta Riau.Motif utama tindak kejahatan adalah ekonomi. Contoh-contoh kasusnya adalah sebagai berikut :
    a. Pengadilan Distrik Amerika Serikat telah memutuskan seorang pemilik Internet Service Provider (ISP) bersalah telah menggunakan kartu kredit secara ilegal dengan hukuman selama 18 bulan penjara. Dalam kasus ini,  Yaegar dijatuhi hukuman karena dituduh telah terlibat dengan suatu komplotan yang sering melakukan kecurangan dan menggunakan kartu kredit secara ilegal dalam bisnis Intenet Service Provider (ISP)-nya dan diputuskan oleh hakim Distrik Stephen V. Wilson, di Los Angeles pada tanggal 10 Juni 2001, bersalah. Kemudian, Yaegar dianggap terkait dengan pencurian yang terjadi di Santa Clara Country dan pada saat pemeriksaan, yang bersangkutan berada di Hollywood bagian barat. Selain itu, Yaegar dinyatakan telah terlibat dalam penggunaan jaringan komunikasi secara tidak sah pada tanggal 01 April 2002. Komplotan tersebut melakukan penipuan dengan memanfaatkan jaringan priority web (milik Yaeger). Yaeger terbukti telah menggunakan kartu kredit dan melakukan transaksi illegal hingga mendekati US$ 210,000. Kasus ini ditangani langsung oleh FBI (Federal Bureau of Investigation) karena transaksi yang terjadi secara luas (world wide web) dan melibatkan beberapa institusi keuangan di Amerika serikat.
b. Di Yogyakarta, telah terjadi pembobolan kartu kredit empat warga asing yang dilakukan oleh warga Yogyakarta. Pemeriksaan dilakukan oleh Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan diketahui bahwa para pelakunya adalah mahasiswa. Tindakan pembobolan tersebut dilakukan menggunakan jasa warung internet (warnet). Mengenai nomor-nomor kartu kreditnya diperoleh dari teman-temannya yang juga sering melakukan pembobolan.
     c. Kasus yang terjadi di Bandung melibatkan tujuh orang mahasiswa yang melakukan kejahatan dengan membobol kartu kredit (carding) ratusan orang di manca negara melalui jaringan internet. Barang bukti yang diamankan terdiri atas uang bernilai ratusan juta rupiah dari tangan para tersangka. Komplotan ini telah melakukan tindak kejahatan kartu kredit (carding) sedikitnya 221 kali. Menyikapi modus yang dilakukan oleh para tersangka, sebelumnya membuka beberapa situs komersial melalui internet. Selanjutnya, melalui situs- situs itu tersangka melihat-lihat barang yang akan dilelang bersama carder lainnya di luar negeri, dan diakhiri dengan mencari nomor kartu kredit yang akan digunakan untuk membeli barang yang dijual melalui situs tadi. Sebelum menggunakan kartu kredit, tersangka terlebih dahulu melihat kemampuan keuangan dari pemilik dana, dan setelah mendapat kepastian finansialnya, tersangka segera memesan barang-barang tertentu dengan menggunakan kartu kredit milik orang lain.
    d. Polisi dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (MabesPolri) pun kebobolan kartu kredit. Brigjen Pol Gorries Mere, yang saat ini menyandang jabatan Direktur IV Narkoba Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, di kabarkan menjadi korban kasus carding. Ketika dikonfirmasi, penyidik di Unit Cybercrime Mabes Polri,Setiadi,  pihaknya membenarkan hal itu. Menurut Setiadi, kejadiaannya berlangsung melalui warung internet di Semarang, Jawa Tengah. Dan kasus ini sudah ditangani oleh Poltabes Semarang. Akan tetapi tidak diceritakan lebih lengkap, dengan alasan untuk melindungi informasi yang akan digunakan dalam penyidikan. Selain itu Setiadi mengaku bahwa pihaknya masih harus mengonfirmasikan hal tersebut dengan penyidik dari Poltabes Semarang. Keterangan dari sumber yang dekat dengan Mabes Polri mengatakan, kartu kredit Gorries Mere diperkirakan telah digunakan sebanyak Rp 10.000.000.
     e. Kejahatan carding bermodus memanfaatkan kartu kredit orang lain untuk berbelanja di internet bisa terjadi pada siapa saja, apa yang dialami Gorries Mere membuktikan bahwa seorang aparat keamanan sekali pun, tidak bisa berkelit dari hal ini. Selama ini, kejahatan carding memang telah merajalela di Indonesia.Hal ini malah mengantar Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus carding terbanyak di dunia.
 f. Kasus pembobolan kartu kredit, Rizky Martin alias Steve Rass, 28tahun, dan Texanto alias Doni Michael, 27 tahun, melakukan transaksi pembelian barang atas nama Tim Tam sin Invex Corp, perusahaan yang berlokasi di AmerikaSerikat melalui internet. Keduanya menjebol kartu kredit melalui internet banking sebesar Rp350 juta.Dua pelaku ditangkap aparat Cybercrime  Polda Metro Jaya pada 10 Juni 2008 di sebuah warnet di kawasan Lenteng Agung, Jakarta selatan awal Mei 2008  lalu, Mabes Polri menangkap hacker bernama Iqra Syafaat, 24 tahun, disalah satu warnet di Batam, Riau, setelah melacak IP addressnya dengan nick name Nogra alias Iqra.Pemuda tamatan  SMA tersebut dinilai polisi hanya mengandalkan scripts modifikasi gratisan hacking untuk melakukan aksinya dan cukup dikenal di kalangan hacker. Dia pernah menjebol data sebuah website lalu menjualnya keperusahaan asing senilai sekitar Rp 6.000.000.000. Dalam pengakuannya, hacker  lokal ini  sudah pernah menjebol 1.257 situs jaringan yang umumnya milik luarnegeri. Kasus lain diluar carding yang pernah diungkap polisi pada tahun 2004 ialah saat situs milik KPU (KomisiPemilihanUmum) yang juga diganggu hacker. Tampilan lambang 24 partai diganti dengan nama ‘partai jambu’, ‘partai cucakrowo’ dan lainnya. Pelakunya, diketahui kemudian bernama Dani Firmansyah,24 tahun  mahasiswa asal Bandung yang kemudian ditangkap Polda Metro Jaya. Motivasi pelaku konon adalah hanya ingin menjajal sistem pengamanan disitus milik KPU yang dibeli pemerintah seharga Rp.200.000.000.000.

Berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan data kartu kredit, di antaranya
dilakukan dengan cara:
a. Chatting,
b. Bill atau tagihan karu kredit.
c. Jebakan hadiah
d. Mencuri data melalui telepon.
e. Cara terakhir adalah dengan menggunakan perangkat surveillance

Sedangkan alur proses transaksi melalui kartu kredit yang dapat dijadikan objek pelanggaran dalam kejahatan kartu kredit, antara lain:
a.    Source of applications
b.     Application processing,
c.    Card embossing and delivery (courier, recipient or customer)
d.    Usage,
e.    Payment to merchant

Beberapa modus operandi yang dapat dilakukan dalam proses kartu kredit antara lain :
  1) Fraud Application
2) Non Received Card
3) Lost/Stolen Card
4) Altered Card
5) Totally Counterfeit
6) White Plastic Card
7) Record of Charge Pumping atau Multiple Imprint
8) AlteredAmount
9) Mail Order/Telephone Order
10) Merubah atau merusak program EDC.
11) Fictitious Merchant (berpura-pura menjadi pedagang).

Pengertian Carding

Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain yang diperoleh secara  ilegal, biasanya dilakukandengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah carder. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan didunia maya. ClearmmerceInc, dengan risetnya juga menambahkan Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelahUkrania.

          Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding.Akibatnya banyak situs belanja online yang memblokir IP atau internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia. Jika kita ingin berbelanja secara online, dan formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama negara Indonesia, artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan berbelanja pada situs tersebut.
          Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin  jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di  mIRC.                                                                                                                                                                                                                                          Dengan cara para carder  menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel.Misalnya laptop dijual seharga Rp. 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder meminta pembeli mengirim uang kerekeningnya.Uang didapat, tapi barang tak pernah dikirimkan.
          Modus dalam kejahatan kartu kredit merupakan salah satu bentuk kejahatan bisnis. Memahami makna dari kejahatan bisnis perlu kiranya untuk mencermati perkembangan yang terjadi dalam praktik bisnis dengan berbagai modus di antaranya adalah dalam bidang kompertisi yang dikenal dengan unfair competion berupa tindakan tying contract, exclusive dealing, price discrimination, price fixing, penggabungan perusahaan, false advertising (penipuan iklan) dan kejahatan lingkungan hidup (environmental crime).

CRYBER CRIME CARDING

Kejahatan dengan menggunakan fasilitas internet atau lebih dikenal dengan istilah cybercrime sudah berkembang pesat di Indonesia saat ini, sedangkan di sisi lain masih banyak celah pada sistem hukum dan lemahnya sistem pengawasan atas kejahatan jenis ini. Dari sekian banyak cybercrime yang sudah ada salah satunya adalah credit card fraudulent diinternet atau lebih populer di sebut carding. Carding adalah suatu bentuk kejahatan yang menggunakan kartu kredit orang  lain untuk dibelanjakan tanpa sepengetahuan pemiliknya.

          Perkembangan kasus carding di Indonesia bergerak sangat cepat. Menurut hasil riset terkini yang dilakukan perusahaan Security Clearcommerce (www.clearcommerce.com) yang berbasis di Texas, AmerikaSerikat, menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan pertama negara asal pelaku Cyberfraud. Ditambahkan pula, bahwa sekitar 20 persen total transaksi kartu kredit dari Indonesia melalui internet adalah Cyberfraud. Riset tersebut juga mensurvei 1.137 merchant, 6 juta transaksi, 40 ribucustomer, yang dimulai pertengahan tahun 2000 hingga akhir 2001.
  Kejahatan carding ini murni kejahatan lintas-negara (trans-national crime). Pada penanganannya, timbul kesulitan ketika banyak warga negara asing yang menjadi korban carding harus datang ke Indonesia untuk melaporkan dan memberikan keterangan kejadian yang dialaminya. Kesulitan bagi pelapor warga negara asing ini karena dia harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk terus-menerus ke Indonesia berkaitan penyidikan kasusnya. Hal inilah  yang mengakibatkan banyaknya dark number kasus-kasus carding yang terjadi.